Nabi bertanya kepada dua shahabatnya yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq -radhiyallahu ‘anhu- dan Umar bin Khaththab -radhiyallahu ‘anhu-
Dari Jaabir bin ‘Abdillah, ia berkata :
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Abu Bakr :
“Kapan engkau biasa shalat witir ?”. Ia menjawab : “Awal waktu malam setelah ‘atamah (shalat ‘Isyaa’)”. Beliau melanjutkan :
“Lalu engkau ‘Umar ?”. Ia menjawab : “Di akhir waktu malam”. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Adapun engkau wahai Abu Bakr, telah mengambil langkah kehati-hatian. Dan engkau wahai ‘Umar, telah melakukannya dengan kekuatan” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1202; shahih].
Tanggapan Nabi untuk kedua jawaban shahabatnya yang mulia bukanlah suatu kalimat umpatan atau pun celaan apalagi protes dan menyalahkan tapi itu adalah pujian untuk kedua shahabatnya yang mulia.
Ketika Abu Bakr shalat di awal malam (sebelum tidur) karena khawatir luput dari bangun malam (tahajud), ini sebagai bentuk kehati-hatian.
Sedangkan Umar yang yakin bisa bangun malam (tahajud), nantinya shalat witir diakhir malam (saat tahajud). Ini sebagai sikap yakin yang kuat dari Umar.
Dari hadits diatas bisa ditarik kesimpulan bahwasanya shalat witir punya dua waktu pengerjaan, bisa di awal malam setelah Isya (sebelum tidur) dan nanti diakhir malam saat bangun shalat tahajud dan inilah yang lebih utama. Disamping itu, shalat witir diawal malam dan akhir malam masing-masing memiliki keutamaan.
Dari Jaabir, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang khawatir tidak dapat bangun di akhir malam, hendaklah ia shalat witir di awal malam. Dan barangsiapa merasa ingin bangun di akhir malam, hendaklah ia shalat witir di akhir malam; karena sesungguhnya shalat di akhir malam itu disaksikan (oleh para malaikat). Dan itulah yang lebih utama” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 755]. Wallahu a'lam [disadur dari : abul-jauzaa']
Semoga bermanfaat
Kridet: @dakwah_sibujang & Infografik Pinterest
0 Comments